Apa yang anda Cari? Coba ketikkan di Sini:

Sabtu, 14 Mei 2011

Sejarah Desa Lela

ASAL MULA DESA LELA

Di Sambas, tepatnya di Kecamatan Teluk Keramat, terdapat sebuah desa yang bernama Desa Lela. Desa tersebut merupakan gabungan dua dusun, yaitu Dusun Sekumbak dan Dusun Senangi. Apalagi, oleh orang yang bukan penduduk desa itu. Terbentuknya Desa Lela tidak terlepas dari terbentuknya Dusun Sekumbak. Karena, sebelum Desa Lela muncul, Dusun Sekumbak sudah ada. Pertama, saya akan menceritakan tentang asal mula terbentuknya Dusun Sekumbak.


Pada zaman dahulu, ada sebuah kapal masuk ke sebuah sungai yang tidak diketahui namanya. Kapal tersebut terdiri dari seorang bangsawan yang ditemani istrinya, serta beberapa awak kapal. Mereka berasal dari Semenanjung Malaka. Bangsawan tersebut bertanya-tanya apa nama sungai yang sedang ditelusurinya tersebut. Awak-awak kapalnya tidak satu pun yang tahu. Setelah cukup jauh masuk ke sungai, mereka berhenti di simpang tiga sungai itu. Di persimpangan itu mereka menemukan sebuah pohon yang sangat besar. Anehnya, pada pohon tersebut ada tulisan Arab yang terdiri dari empat huruf, yakni sin ( ), kaf ( ), mim ( ), dan ba ( ). Oleh karena itu, nama tempat yang mereka temukan diberi nama Seikumbak (sungai Kumbak) atau suku Melayu Barat.
Kapal yang mereka bawa mendarat di tepi sungai yang tidak jauh dari pohon aneh itu. Setelah melakukan penjelajahan berhari-hari, ternyata tempat itu tidak berpenghuni. Karena tempat tersebut kosong, pemimpin kelompok yang berasal dari Semenanjung Malaka itu memutuskan untuk membuat sebuah pedesaan yang terdiri dari dirinya beserta anak-anak buahnya. Beliau bahkan sampai memerintahkan anak buahnya untuk mengajak warganya yang ada di Semenanjung Malaka untuk tinggal di tempat baru yang dalam waktu tidak terlalu lama menjadi sebuah desa yang besar.

Waktu terus berjalan melewati tahun demi tahun. Jumlah penduduk Desa Sekumbak terus meningkat. Jika dibandingkan desa yang lain waktu itu, Desa Sekumbak memunyai jumlah yang paling banyak. Warga Sekumbak banyak yang bekerja untuk Sultan Sambas. Tidak diketahui siapa yang memimpin waktu itu. Sebagian besar pelayan, pengawal, dan pekerja lain di kerajaan Sambas adalah warga Desa Sekumbak. Warga Sekumbak yang bekerja di kerajaan Sambas sangat taat kepada Sultan. Sampai pada suatu hari Sultan menyuruh satu diantara pelayannya (orang Sekumbak) untuk menenyelamkan tempayan ke sungai. Karena sangat taatnya orang Sekumbak pada sultan, apa yang diperintahkan oleh sultan dilaksanakan persis seperti yang diucapkan pemimpin Sambas tersebut. Saat pelayan itu kembali, Sultan bertanya,” Mana tempayan yang ku suruh untuk mengambil air di sungai?”. Sang pelayan menjadi heran. “Bukankah Datuk menyuruh hamba untuk menenyelamkan tempayan di sungai? Hamba hanya melaksanakan sesuai perintah”, pelayan menjelaskan dengan perasaan takut. Sultan tiba-tiba tertawa mendengar penjelasan pelayannya itu. “ Kau benar pelayanku. Aku mengaku salah. Tapi, bukan itu yang ku inginkan. Sebenarnya aku ingin kau mengambil air menggunakan tempayan itu, bukan menenyelamkannya. Baiklah, mulai saat ini telah ku putuskan kalau mau mengambil air tidak boleh menggunakan kalimat menenyelamkan tempayan, tetapi harus menggunakan makna yang sesunguhnya yaitu mengambil air dengan tempayan”, perintah tersebut lamgsung keluar dari mulut sultan dan langsung diterapkan dalam masyarakatnya. Sultan sampai menyuruh penasehatnya mencatat kesalahan yang telah dilakukan beliau. Sejak saat itu seluruh warga Sambas jika menyuruh mengambil air dengan apapun tidak boleh menggunakan makna konotasi. Inilah awal munculnya istilah “Sengumba’an” yang artinya melakukan sesuatu sesuai apa yang didengar. Namun, muncul di kalangan masyarakat Sambas berbagai rekayasa tentang istilah sengumba’an. Seperti kalau mau membeli buah semangka setengah dari perahu, maka orang Sekumbak akan benar-benar membelah perahu menjadi dua. Itu hanya rekayasa orang-orang yang tidak tahu cerita yang sesungguhnya.


Pada abad ke-15, kerajaan Sambas di pimpin oleh seorang sultan yang sangat kejam bernama Tan Nunggal. Rakyat Sambas banyak yang menderita pada masa pemerintahan Tan Nunggal. Kedua anaknya yang bernama Bujang Nadi dan Dare Nandong bahkan dikubur hidup-hidup hanya karena kesalahpahaman. Warga menjadi sangat resah dengan ulah Tan Nunggal. Namun, mereka seperti tidak berani untuk melakukan sesuatu. Tan Nunggal juga sangat terkenal dengan kesaktiannya. Sehingga masyarakat takut untuk berkhianat kepadanya.
Seorang kyai yang bernama Kyai Lela Suara merasa kekejaman Tan Nunggal sudah melebihi batas. Sudah terlalu banyak kerusakan yang dilakukannya. Kyai Lela Suara adalah seorang Kyai yang berasal dari Desa Sekumbak. Dia sangat terkenal dengan suaranya yang merdu, baik saat membaca ayat suci Allah, maupun hanya saat berbicara. Setiap ide yang disampaikannya selalu diterima oleh masyarakat. Dia juga adalah penyebar agama Islam di Sekumbak. Karena ulah Sultan Sambas yang keterlaluan, dia pergi ke pusat kerajaan Sambas untuk menyampaikan sebuah ide bagaimana cara membunuh Tan Nunggal. Beliau bekerjasama dengan pengawal sultan dan seluruh masyarakat Sambas. Ide tersebut diterima dengan mudah oleh semua orang.

Rencana pembunuhan Tan Nunggal dimulai. Pengawal memberitahu sultan bahwa Sambas akan diserang musuh. Oleh karena itu, Datuk Tan Nunggal harus dibawa ke tempat yang aman. Tan Nunggal percaya begitu saja. Kemudian, pengawal segera membawa sultan yang kejam itu ke tepi sungai. Di sana sudah tersedia sebuah yang di dalamnya ada sebuah kurungan besi. Tan Nunggal bertanya,” Untuk apa kurungan besi itu?”. Pengawal menjawab,” Kurungan besi itu untuk melindungi Datuk dari serangan musuh”. Mendengar penjelasan pengawalnya itu dia pun percaya. Tanpa berpikir panjang dia masuk ke dalam kurungan itu. Tan Nunggal bersama pengawalnya pun memulai pelayaran ke tempat yang katanya aman. Setelah menempuh pelayaran yang cukup jauh, mereka berhenti di Lubuk Batil di sungai Sambas. Pada saat itulah pengawal Tan Nunggal mengatakan hal yang sebenarnya. “ Datuk, sebenarnya kerajaan kita tidak akan diserang musuh, tetapi tujuan kami membawa Datuk ke sini adalah untuk membunuh Datuk. Karena Datuk telah melakukan banyak kerusakan di kerajaan Sambas”, pengawal menjelaskan. “ Begitu rupanya. Jadi, siapa yang merencanakan pembunuhanku ini?”, tanya Tan Nunggal dengan kasar. Pengawal itu pun memberitahu siapa perencana semua ini. “ Semua ini adalah rencana dari Kyai Lela Suara”. Tan Nunggal di tenggelamkan di Sungai Sambas dalam keadaan terkurung oleh kurungan besi yang dibuat oleh Kyai Lela Suara. Semua rencana yang diciptakan Kyai Lela Suara berhasil. Namun, sebelum Tan Nunggal di tenggelamkan di sungai Sambas dia memberikan kutukan kepada penduduk yang tinggal di tempat Kyai Lela Suara tinggal tidak akan ada satu orang pun yang benar-benar kaya dan tidak akan ada yang benar-benar miskin. Itulah ucapan terakhir dari Tan Nunggal. Sampai sekarang, makam Kyai Lela Suara masih terpelihara dengan baik di sungai Sekumbak.

Pada tahun 1988, Dusun Sekumbak dan Dusun Senangi bergabung. Pak Camat menginginkan nama desa yang terdiri dari dari dua dusun ini memunyai nilai sejarah. Nama Desa Lela pun diputuskan menjadi nama desa itu yang berasal dari nama Kyai Lela Suara.

Cerita ini saya dapatkan dari seorang penduduk Desa Lela yang sekarang bekerja sebagai Komite Sekolah di SD 27 Sekumbak. Beliau bernama Sani Haji Koko. Beliau sangat berperan dalam membangun Desa Lela. Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar